BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehadiran
agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera di dunia dan akhirat. Di dalamnya terdapat
berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup dan
kehidupan ini secara lebih bermaksa dalam arti yang seluas-luasnya. Banyak alat
yang digunakan seseorang dalam memahami agama Islam tersebut, di antaranya
melalui tiga cara, yaitu melalui naqli (tradisional), aqli (rasional), dan kasyfiy (mistis). Dalam memahami agama, seharusnya ketiga
pendekatan tersebut digunakan serempak bukan terpisah-pisah.
Di dalam penelitian agama, juga ada
hal-hal yang penting dan harus diketahui oleh peneliti agama. Tanpa adanya
kejelasan dari peneliti tentang konsep penelitian agama maka besar kemungkinannya
terjadi salah pengertian yang tidak dapat dihindarkan. Karena sesungguhnya
agama adalah sesuatu yang tidak bisa ditebak, namun agama harus diteliti
terlebih dahulu tentang ajaran yang diajarkan agar apa yang kita laksanakan di
dalam agama tersebut merupakan suatu yang sudah jelas dasar hukumnya dan dapat
mempertanggungjawabakannya kepada orang lain.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penelitian keagamaan melalui pendekatan penelitian
kualitatif. Sebelum seorang peneliti meneliti melalui pendekatan penelitian
kualitatif, seorang peneliti harus terlebih dahulu mengetahui seluk – beluk
mengenai penelitian kualitatif, mulai definisi penelitian kualitatif, ciri-ciri
atau dasar teoritis yang melatarbelakangi, karakteristik yang membedakan dengan
penelitian lainnya, serta kriteria keabsahan dari penelitian kualitatif
tersebut.
B.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang, pembuatan
makalah ini bertujuan untuk memberikan ilmu pengetahuan mengenai pendekatan
kualitatif ketika meneliti sebuah agama (islam). Serta dapat memberikan
motivasi kepada para pembaca agar dalam melaksanakan ritual keagamaan, terlebih
dahulu kita harus mengetahui dasar ilmu yang melatarbelakangi ritual tersebut
dengan cara menelitinya. Dan penelitian kualitatif adalah penelitian yang tepat
digunakan untuk meneliti sebuah agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penelitian Kualitatif
Menurut Strauss (1990 : 17)
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah penelitian kualitatif adalah
suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh
oleh alat-alat prosedur statistic atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Artinya
dengan kata lain, penelitian kualitatif mengarah pada penelitian tentang
kehidupan, sejarah, perilaku seseorang atau hubungan-hubungan interaksional.[1]
Menurut Kirk dan Miller (1986 : 9),
penelitian kualitatif pada mulanya
bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan
kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu.[2]
Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang
menjadi ciri sesuatu tersebut. Untuk itu pengamat mulai mencatat atau
menghitung dari satu, dua, tiga, dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan
demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup
setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata,
cikuadrat, dan perhitungan statistic lainnya. Dengan kata lain penelitian
kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.
Kemudian Kirk dan Miller (1986 : 9)
melanjutkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.[3]
Selain dari definisi yang telah
dipaparkan, ada beberapa definisi lain menurut para ahli, antara lain, David
Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data
pada suatu latar alamiah, dan dilakukan oleh seorang peneliti yang tertarik
secara ilmiah. Jelas pada definisi ini member gambaran bahwa penelitian
kualitatif mengutamakan latar ilmiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai
perhatian alamiah.[4]
Pada pertemuan pertama, Amaliah, M.Pd,
dosen mata kuliah Statistik menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang berbentuk data yang bukan berbentuk angka atau nominal, tetapi
berbentuk narasi atau cerita.[5]
Itulah beberapa definisi dari
penelitian kualitatif menurut para ahli. Dan dapat disimpulkan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik, dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan berbagai metode
alamiah.[6]
B.
Paradigma Penelitian Kualitatif
Paradigma adalah kumpulan tata nilai
yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangnya, sehingga
akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan
menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Istilah paradigm ilmu pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas Kuhn melalui bukunya yang berjudul “The Structure
of Science Revolution”. Kuhn
menjelaskan dalam dua pengertian. Di satu pihak, paradigm berarti keseluruhan
kobstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota
masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain, paradigm menunjukan sejenis unsure
pemecahan teka – teki yang konkrit jika digunakan sebagai model, pola atau
contoh yang dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagaiatau
menjadi dasar bagi pemecahan
permasalahan dan teka – teki normal sains yang belum tuntas.[7]
Paradigma membantu seseorang dalam
merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab
dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang
diperoleh.
Secara etimologi (bahasa) arti
paradigma adalah suatu model dalam teori ilmu pengetahuan atau kerangka pikir. Sedangkan
secara terminologis arti paradigma adalah sebuah konstruk berpikir berdasarkan
pandangan yang menyeluruh dan konseptual terhadap suatu permasalahan dengan
menggunakan teori formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang terpercaya.[8]
Sedangkan secara terminologi (istilah), paradigma adalah pandangan mendasar
para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.[9]
Dalam penelitian Kualitatif, ada
beberapa paradigma, di antaranya adalah :
1.
Postpositivisme
Paradigma
Postpositivisme lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi
kelemahan-kelemahan yang terdapat para paradigma positivisme. Paradigma
postpositivisme berpendapat bahwa penelitian tidak bisa mendapatkan fakta dari
suatu kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan
yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh
karena itu, perlu menggunakan prinsip triangulasi, yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, dan data.
Paradigma
penelitian kualitatif di antaranya diilhami dari falsafah rasionalisme yang
menghendaki adanya pembahasan holistik (menyeluruh), sistematik (tersusun
secara teratur), dan mengungkapkan maakna dibalik fakta empiris.
Harus
diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan,
tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu faktor yang
membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses
verifikasi terhadap suatu temuan dari hasil observasi melalui berbagai macam
metode. Dengan demikian, suatu ilmu dapat mencapai objektivitas apabila telah
diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Penelitian
kualitatif, karena menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif
(a priori) melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya. Rangkaian
fakta yang dikumpulkan, dikelompokkan, ditafsirkan, dan disajikan dapat
menghasilkan sebuah teori. Karena itu, penelitian kualitatif tidak bertolak,
tetapi menghasilkan sebuah teori, yang disebut Grounded Theory (teori
dari dasar). Sedangkan penelitian kuantitatif sering bertolak dari suatu teori
yang hanya dilakukan pembuktian terhadap teori tersebut tanpa menghasilkan
sebuah teori.
2.
Konstruktivisme
Konstruktivisme
ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan Rene Descartes (1596 – 1690)
dengan ungkapannya yang terkenal “Cogito Ergo Sum” yang artinya “Aku
berfikir maka aku ada”. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang
pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Menurut Descartes, pengetahuan
tentang sesuatu bukan hasil pengamatan, melainlan hasil pemikiran. Pengamatan
merupakan hasil atau kerja dari indera (mata, telinga, hidung, peraba, dan
pengecap atau lidah), oleh karena itu hasilnya kabur. Untuk mencapai sesuatu
yang pasti, menurut Descarter, kita harus meragukan apa yang kita amati dan
kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes
dimulai dengan meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran inilah
yang membuat kita untuk berfikir tentang sesuatu kebenaran di dalam objek yang
kita teliti, sehingga dari objek yang kita teliti tersebut yang memunculkan
teori baru yang dikembangkan dari pemikiran seorang peneliti.
Paradigma
ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia
itu sendiri. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir
seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetapi
berkembang terus.
Penelitian
kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa
pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengamatan terhadap fakta, tetapi
juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan
manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal
ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil dari pengamatan semata, tetapi
juga merupakan hasil konstruksi oleh pemikiran.
Di dalam
Filsafat islam, filusuf Al-Kindi tampaknya juga termasuk pemikir konstruktivis.
Dalam karyany yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris berjudul “Treatise on
Metaphysics”, ia menyatakan : “Kita seharusnya tidak malu untuk mengakui
kebenaran dan menerimanya dari sumber manapun yang datang kepada kita,
sekalipun ia dibawa kepada kita oleh generasi-generasi sebelumnya dan orang
asing. Bagi orang yang berusaha menemukan kebenaran, tidak ada nilai yang lebih
tinggi dari kebenaran itu sendiri. Ia tidak akan pernah merendahkan atau
melecehkan orang yang mencapainya, justru memuliakan dan menjadikannya
terhormat.”[10]
Hal ini menunjukkan bahwa Al-Kindi tidak berpatokan pada satu sumber saja dalam
mencari kebenaran.
Para
ilmuwan Islam pada dasaranya telah diajari tradisi konstruktivisme guna
mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, dalam Islam muncul berbagai
mazhab, seperti Ja’fari, hanafi, Syafi’I, dan Hambali serta banyak muncul
berbagai macam Thariqah.
Dikutip
dari sebuah sumber, dikatakan bahwa konstruktivisme menjadi jalan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan secara lebih leluasa, asalkan metode yang
disusun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.[11]
3.
Teori Kritis (Critical Theory)
Teori
kritis baru terkenal tahun 1960-an sejak terjadi diskusi yang seru antara Karl
Popper dan Theodore W. Adorno di bawah moderator Raalf Dahrendorf yang ternyata
perdebatan itu diteruskan oleh Hans Albert dipihak Popper dan Jurgen Habermas
di pihak Adorno. Namun teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen
Habernas dan Max Horkheimer.[12]
Teori
kritis memandang bahwa kenyataan itu sangat berhubungan dengan pengamat yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta nilai-nilai yang dianut oleh
pengamat tersebut turut mempengaruhi fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma
teori kritis ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai realitas
secara kritis.
Berpikir
kritis adalah berpikir secara dialektis dan totalitas. Totalitas bukan berarti
semata-mata keseluruhan dimana unsur-unsurnya yang bertentangan berdiri
sejajar. Tetapi totalitas itu berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur
yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi
(melawan dan dilawan), dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Pemikiran
dialektis menekankan bahwa dalam kehidupan yang nyata pasti ada unsur-unsurnya
yang saling berkontradiksi, bernegasi dan bermediasi. Pemikiran dialektis menoolak
kesadaran yang abstrak, misalnya individu dan masyarakat. menurut pemikiran
dialektis, individu selalu saling berkontradiksi, bermediasi dan bernegasi
dengan masyarakat.
Jadi, dapat
ditarik kesimpulan bahwa teori kritis ini adalah acuan bagi peneliti untuk
kritis terhadap fenomena yang terjadi di sekitar kita. Hal itu bertujuan
untuk menghilangkan berbagai bentuk
dominasi terhadap sesuatu dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan.
Manusia diciptakan dengan akal pikiran yang sangat mumpuni. Dengan akal pikiran
itulah, manusia dituntut untuk tidak saklak terhadap ilmu pengetahuan yang
sudah ada, atau dengan kata lain, hanya mengikuti saja tanpa menelusuri lebih
lanjut landasan serta kebenaran landasan dari ilmu pengetahuan tersebut.
C.
Karakteristik Penelitian Kualitatif
Karakteristik adalah ciri khas yang
terdapat pada sesuatu yang membedakannya dengan sesuatu lainnya. Adapun
karakteristik yang terdapat pada penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1. Latar Alamiah (Natural
Setting)
Penelitian kualitatif memiliki latar
alami sebagai sumber data langsung dan peneliti merupakan instrumen (alat)
kunci. Latar alami adalah tempat dimana peneliti paling mungkin untuk
menemukan, atau mengungkap fenomena yang ingin diketahui. Peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian
kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tempat untuk mengungkapkan fenomena yang
ingin ia ketahui dengan cara memhami dan memperlajari situasi yang terjadi.
Studi penelitian kualitatif dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di
tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang
erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang
diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada
dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan dimana tingkah laku berlangsung.
2. Instrumen
Pengumpulan Data
Karakteristik lain yang membedakan
kedua jenis penelitian (kualitatif dan kuantitatif) ialah instrumen pengumpulan
data. Dalam penelitian kuantitatif, instrumen pengumpulan data berupa tes
tertulis, kuesioner, dan kolom-kolm pengamatan yang dibantu dengan alat tulis.
Peneliti dapat menugaskan sejumlah petugas pengumpulan data, karena data yang
dikumpulkan dan instrumen yang digunakan sudah baku. Sementara instrumen dalam
penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, karena desain, data yang
dikumpulkan, dan fokus penelitian bisa berubah sesuai dengan kondisi alamiah.
Dengan menjadikan dirinya sebagai
instrumen dalam pengumpulan data, si peneliti dapat mengatasi dan menyesuaikan
pada keragaman realita yang akan dihadapi. Karena si peneliti dapat
memperkirakan dan mengevaluasi makna dari interaksi mengenai suatu permasalahan
dengan para responden tersebut serta kebenaran dari data yang dikumpulkan
cenderung benar dan dapat dipertanggungjawabkan oleh peneliti tersebut.
3. Waktu
Pengumpulan dan Analisis Data
Mengenai waktu pengumpulan dan
analisis data dalam penelitian kuantitatif sudah dapat dipastikan. Peneliti
dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data, seperti
jumlah tenaga yang diperlukan, berapa lama pengumpulan data akan dilakukan, dan
jenis data yang dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan
dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan.
Sebaliknya, dalam penelitian
kualitatif, jenis data yang akan dikumpulkan, model analisis, penyajian data,
dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data belum bisa ditentukan secara
pasti. Hal ini tidak berarti penelitian
kualitatif tidak memiliki fokus dan tidak memiliki aturan. Penelitian
kualitatif memiliki fokus yang sangat penting untuk membatasi lingkup
penelitian dan data yang akan dikumpulkan namun dalam penelitian kualitatif
tidak terikat dengan waktu.
4. Menggunakan
Metode Kualitatif
Penelitian kualitatif menggunakan
metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama,
menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
jamak. Kedua, metode ini menyajikan langsung hakikat hubungan antara
peneliti dan responden. Ketiga, metode ini ebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi.[13]
5. Memiliki Sifat
Deskritif Analitik
Dalam penelitian kualitatif, data
yang diperoleh seperti pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis
dokumen, catatan lapangan, dan lain-lain tidak dituangkan dalam bentuk nominal
atau angka. Setelah data terkumpul, mulailah si peneliti menganalisis data
tersebut. Hasil analisis data berupa pemaparan data berupa pemaparan mengenai
situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat
pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan
bagaimana suatu fenomena tersebut terjadi. Untuk itu peneliti dituntut untuk
memaahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan
sebuah argumen yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai konsep atau makna yang
terkandung dalam data tersebut.
6. Penelitian
Kualitatif Menekankan pada Proses bukan Hasil
Dalam penelitian kualitatif, yang
terpenting adalah proses penelitian tersebut bukan hasil yang muncul karena
prosese penelitian. Data dan infomasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan
apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu
penelitian. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara
melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena, dan tidak
dapat dilakukan. Pertanyaan di atas menuntuk gaambaran nyata tentang kegiatan,
prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan
dimana dan pada saat apa prose situ berlangsung. Proses alamiah dibiarkan
terjadi tanpa intervensi (campur tangan) peneliti, sebab proses yang terkontrol
tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu
mentransformasi data menjadi angka untuk menghindari hilangnya informasi yang
telah diperoleh. Maka suatu proses tersebut dapat memunculkan konsep-konsep
untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai seuatu temuan atau hasil penelitian
tersebut.
7. Bersifat
Induktif
Penelitian kualitatif bersifat
induktif atau berasal dari sesuatu yang umum menjadi sesuatu yang khusus.
Penelitian kualitatif tidak dimulai dari sebuah teori yang sudah
tergeneralisasi di dalam masyarakat, tetapi dari lapangan, yakni fakta empiris.
Peneliti terjun langsung ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan
yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan
serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut.
Temuan penelitian dalam bentuk
konsep, prinsip, hukum, atau bahkan teori, dibangun dan dikembangkan dari
lapangan bukan dari teori yang telah ada.
Prosesnya, induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan
atau dengan kata lain, data-data yang dikumpulkan berasal dari aspek manapun
tetapi dalam satu ruang lingkup permasalahan yang diteliti.
D.
Landasan Penelitian Kualitatif
Pada dasarnya, landasan teoritis dari
penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Karena
itu pada bagian ini, fenomenologi dijadikan sebagai dasar teoritis utama
sedangkan yang lainnya seperti interaksi simbolik, kebudayaan, dan
etnometodologi dijadikan sebagai dasar tambahan yang melatarbelakangi penelitian
kualitatif.
Berikut adalah beberapa pendekatan
yang menjadi landasan filosofis penelitian kualitatif :
1. Pendekatan
Fenomenologi, merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada
pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia.[14]
Fenomenologi merupakan sebuah metode filosofis yang dikembangkan oleh Edmund
Husserl awal abad ke-20 dilingkungan Universitas Gottingen dan Munich di
Jerman. Kemudian pada perkembangan selanjutnya tema fenomenologi dikembangkan
oleh para filusuf di Prancis, Amerika Serikat, dan temnpat lain di dunia ini.
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani,
“Phainnein” yang berarti memperlihatkan, yang dari kata ini muncul kata phainemenon
yang berarti “sesuatu yang muncul”.[15]
2. Interaksi
Simbolik, merupakan salah satu model metodologi penelitian kualitatif
berdasarkan pendekatan fenomenologis atau perspektif interpretif.[16]
Sejarah teori Interaksi Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George
Herbert Mead (1863 – 1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical
Perspective” yang merupakan cikal – bakal “Teori Interaksi Simbolik”.
Sesuai dengan pemikiran Mead, definisi
singkat dari tiga ide dasar interaksi simbolik adalah sebagai berikut :
a. Mind (pikiran),
kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama,
dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi
dengan individu lain.
b. Self (diri
pribadi), kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut
pandang atau pendapat orang lain.
c. Society (masyarakat),
hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap
individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam
perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya
mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakat.
Ada tiga tema konsep pemikiran George
Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik, antara lain :
a.
Pentingnya makna bagi perilaku manusia. Teori
interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya
makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya dikonstruksi secara
interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna
yang dapat disepakati secara bersama-sama.
b.
Pentingnya konsep mengenai diri (self concept), tema
ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara
aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara antara
lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain, konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
c.
Hubungan antara individu dengan masyarakat, tema ini
berfokus pada hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana
norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi akhirnya tiap
individulah yang menentukan pilihan yang
ada dalam sosial kemasyarakatan. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan
mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.
3. Etnometodologi,
adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya
sehari-hari. Subyek etnometodologi bukanlah suku-suku yang terasing, melainkan
orang-orang dari berbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi
berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan
menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Menurut etnometodolog,
penelitian bukanlah merupakan usaha ilmiah yang unik, tetapi merupakan “penyelesaian
yang praktis”.
E.
Unsur-Unsur Penelitian Kualitatif
Secara singkat, unsur-unsur yang
terdapat di dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1. Judul, adalah
perincian atau penjabaran dari topik.[17]
Judul ditulis secara singkat dan jelas serta menginsyaratkan fenomena dan fokus
kajian penelitian. Penulisan judul sedapat mungkin menghindari berbagai tafsiran yang bermacam-macam
dan tidak bias makna.
2. Abstrak, ditulis
sesingkat mungkin tetapi mencakup keseluruhan apa yang tertulis di dalam
laporan penelitian. Abstrak penelitian selain sangat berguna untuk membacntu
pembaca memahami dengan cepat hasil penelitian, tetapi juga dapat merangsang
minat dan selera orang lain untuk membacanya.
3. Kajian Pustaka,
berisi tentang studi-studi terdahulu dalam konteks fenomena dan masalah yang
sama atau serupa.
4. Metode yang
Digunakan, menyajikan secara rinci metode yang digunakan dalam proses
penelitian.
5. Temuan-Temuan
Penelitian, menyajikan seluruh temuan penelitian yang diorganisi secara rinci
dan sistematis sesuai urutan pokok masalah atau fokus kajian penelitian.
Temuan-temuan penelitian yang disajikan dalam laporan penelitian merupakan
serangkaian fakta yang sudah direduksi secara cermat dan sistematis, dan bukan
kesan selintas peneliti apalagi karangan atau manipulasi itu sendiri.
6. Analisis Temuan
Penelitian, hasil temuan memerlukan pembahasan lebih lanjut dan penafsiran
lebih dalam untuk menemukan makna di balik fakta. Dalam melakukan pembahasan
terhadap temuan-temuan penelitian, peneliti harus kembali mencermati secara
kritis dan hati-hati terhadap perspektif teoritis yang digunakan.
F.
Teknik Pengumpulan Data
Seiring berkembangnya waktu dan
peradaban, cara dalam pengumpulan data kualitatif pun mengalami perubahan.
Namun pada dasarnya, terdapat empat cara mendasar untuk mengumpulkan data
kualitatif, yaitu :
1. Observasi, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional berarti “Pengamatan” atau “Peninjauan”.[18]
Secara istilah, observasi adalah teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
tempat, pelakuk, kegiatan, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.[19]
Dalam penelitian kualitatif,
observasi dapat dikatakan sebagai metode
yang sangat berperan. Mengapa demikian? Dikarena observasi mengharuskan si
peneliti untuk mengamati, menganalisis dan mendeskripsikan masalah yang ia
ingin pecahkan secara langsung tanpa perantara siapapun. Sekalipun ada
perantara, itu hanya sekedar membantu untuk mencarikan data pendukung lainnya.
Jadi dalam observasi, kemungkinan kevalidasian (keaslian) data tersebut
sangatlah kecil.
2. Wawancara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, wawancara
diartikan sebagai metode mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab
mengenai hal-hal yang dianggap penting untuk diketahui.[20]
Secara istilah, wawancara diartikan
sebagai pertemuan langsung direncanakan antara orang yang mencari informasi
dengan orang yang dimintai informasi tertentu.[21]
Menurut Lexy Moleong (1988 : 148), wawancara adalah kegiatan percakaoan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan
yang diwawancarai.[22]
Menurut Miles dan Huberman (1984),
ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara, yaitu :[23]
a. The Setting, peneliti perlu mengenai kondisi
lapanganpenelitian yang sebenarnya untuk membantu dalam merencanakan
pengambilan data. Hal-hal yang perlu diketahui untuk menunjang pelaksanaan
pengambilan data meliputi, tempat pengambilan data, waktu dan lamanya
wawancara, serta biaya yang dibutuhkan.
b. The Actors, seorang peneliti harus mendapatkan
data tentang karakteristik calon partisipan. Di dalamnya terdapat situasi yang
disukai oleh partisipan (responden), kalimat pembuka, pembicaraan pendahuluan
dan sikap peneliti dalam melakukan pendekatan.
c. The Events, menyusun kerangka wawancara. Setidaknya
terdapat dua jenis wawancara, pertama, wawancara mendalam, dimana
peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat dengan
kehidupan dan bertanya – jawab secara bebas tanpa pedoman pertanyaan yang
dipersiapkan sebelumnya sehingga suasannya hidup, dan dilakukan berkali-kali.
Seperti contoh, seseorang yang mengagumi tokoh terkenal di Indonesia. Ia yang
mengagumi, jika bertemu dan diberi kesempatan untuk mengetahui lebih dalam lagi
tentang kehidupan sang idola, pasti ia akan menanyakan berbagai hal seputar
kehidupan sang idola tanpa adanya persiapan yang disusun untuk wawancara
tersebut. Kedua, wawancara terarah, dimana peneliti menanyakan kepada
informan hal-hal yang telah dipersiapkan sebelumnya. Berbeda dengan wawancara
mendalam, wawancara terarah memiliki kelemahan, yakni suasana yang tidak hidup.
Seperti contoh, seorang pembawa berita di sebuah stasiun televisi swasta yang
sedang mewawancarai seorang informan mengenai suatu fenomena yang terjadi,
cenderung akan bertanya sesuai dengan daftar pertanyaan yang sudah dibuat
sebelumnya. Jadi, pewawancara cenderung tidak bebas mengetahui lebih dalam
tentang fenomena tersebut.
3. Dokumen,
merupakan sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat digunakan sebagai
bukti atau keterangan.[24]
Dokumen dapat berupa surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat,
cenderamata, jurnal kegiatan, dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini
dipakai untuk menggali informasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu
memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak
sekedar barang yang tidak bermakna.[25]
4. Focus Group
Discussion,
merupakan metode terakhir yang digunakan dalam mencari data dalam penelitian
kualitatif. Focus Group Discussion atau Diskusi Kelompok Terpusat
merupakan upaya menemukan makna sebuah isu atau fenomena sekelompok orang lewat
diskusi untuk menghindari diri dari pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti.[26]
Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan tentang hilal bulan untuk
menentukan 1 Ramadhan atau 1 Syawal. Di dalam metode pengumpulan data ini,
dibuat kelompok bertujuan untuk menghindari pemaknaan atau penarikan kesimpulan
secara subjektif dari seorang peneliti serta diharapkan mengkaji sebuah
kesimpulan yang lebih objektif. Biasanya dalam diskusi kelompok terpusat ini
membahas sebuah fenomena yang berhubungan dengan masyarakat luas.
G.
Penelitian Agama Melalui Pendekatan Kualitatif
Banyak masalah di dalam agama yang
harus diselesaikan, dan banyak pula metode yang dapat digunakan, salah satunya
adalah melalui pendekatan kualitatif. Mengapa lebih memilih menggunakan metode
kualitatif? Karena di dalam sebuah agama terdapat fenomena keagamaan yang tidak
bisa dijangkau dengan menggunakan metode kuantitatif. Di dalam agama terdapat
fenomena yang tidak bersifat fisik, tetapi juga adanya pergolakan ruang batin
terdalam serta ilmu pengetahuan tentang agama adalah ilmu pengetahuan yang
kompleks dan fleksibel yang perkembangan hukum di dalam agama Islam selalu
berubah disesuaikan dengan tempat dan waktu pada saat itu.
Adapun contoh penelitian keagamaan
melalui pendekatan kualitatif yang mengambil tema “Facebook sebagai ‘Tuhan
Baru’ di Dunia Maya”. Dalam fenomena ini, seorang peneliti membuat sebuah
susunan untuk menelitinya. Pertama, peneliti menentukan dimana ia akan
meneliti permasalahan tersebut, dan siapa target informan yang ingin dimintai
informasinya. Kedua, peneliti datang langsung untuk mencari data melalui
metode-metode pengumpulan data yang telah disebutkan pada sub-bahasan
sebelumnya. Ketiga, setelah data terkumpul, peneliti segera menganalisis
menganai fenomena tersebut, mulai dari mengapa fenomena itu bisa terjadi,
penyebabnya, dan dampaknya terhadap kehidupan sosial maupun kehidupan religius
dari masyarakat yang dianggap ‘Menuhan-kan Facebook’. Keempat,
menarik kesimpulan dari fenomena tersebut.
Contoh Permasalahan :
Tema : “Facebook sebagai ‘Tuhan
Baru’ di Dunia Maya”
Anwar,
adalah seorang mahasiswa Jurusan Ilmu Agama Islam semester akhir di Universitas
Apa Adanya. Ia saat ini sedang membuat sebuah skripsi yang bertemakan “Facebook
sebagai ‘Tuhan Baru’ di Dunia Maya”. Karena ia adalah seorang mahasiswa,
akhirnya ia menentukan bahwa tempat ia melanjutkan pendidikannya saat ini
sebagai tempat mencari data serta teman kuliahnya adalah target informan yang
ingin dimintai keterangannya.
Selanjutnya
kemudian Anwar menemui salah seorang temannya yang bernama Rudi yang mengambil
Jurusan Seni Rupa di Universitas yang sama dengannya. Setelah menemui temannya
tersebut, Anwar menanyakan beberapa pertanyaan seputar Facebook dan istilah
Tuhan Baru. Akhirnya dari Rudi, Anwar mendapat informasi bahwa istilah Tuhan
Baru itu dianalogikan seperti Tuhan kita sebenarnya, mengapa seperti itu?
Karena menurut Rudi, “Facebook itu sekarang bukan tempatnya untuk berteman,
namun ajang berkeluh – kesah, tempat meluapkan segala emosi, bahkan ajang untuk
mencari jodoh, tanpa memasukkan Tuhan yang sebenarnya di dalam facebook
tersebut. Padahal jika dipahami, Facebook hanyalah sebuah karya manusia yang
mungkin hanya dapat memberi apa yang kita inginkan bukan apa yang kita
butuhkan. Soal emosi, facebook ungkin hanya bisa menghilangkan kegundahan kita
dalam menghadapi masalah saat itu, tetapi Tuhan (Allah) memberikan solusi dari
permasalahan yang kita hadapi, begitu juga dengan jodoh”.
Dihari
yang sama namun dengan informan yang berbeda, kembali Anwar melakukan hal yang
sama seperti saat mewawancarai Rudi kepada Rizky, dan Rizky mengungkapkan
tanggapan yang sama seperti yang diungkapkan oleh Rudi.
Selanjutnya,
Anwar kemudian menganalisis data dari kedua informan tersebut, serta menarik
kesimpulan bahwa Esensi Facebook pada awalnya adalah sebuah media sosial
yang digunakan banyak orang untuk berhubung dengan orang lain. Namun kini,
banyak orang yang telah menyalahgunakan Facebook seperti berkeluh – kesah,
meluapkan segala emosi di sana, bahkan ajang mencari jodoh. Bermain Facebook
tidak dilarang dalam hukum Negara bahkan Agama, namun tetap pada koridor yang
telah ditentukan dan jangan menyalahi aturan yang sudah tergeneralisasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Di dalam pembahasan yang sudah
dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Metode kualitatif
adalah sebuah cara bagi seorang untuk meneliti sebuah fenomena yang terjadi,
dan hasil dari penelitian tersebut berbentuk penjabaran dari fenomena yang
terjadi, bukan berbentuk angka atau nominal.
2.
Di dalam penelitian Kualitatif, terdapat empat macam
metode yang digunakan, yaitu Observasi, Wawancara, Dokumen serta Focus Group
Discussion.
3.
Penelitian terhadap permasalahan agama sebaiknya
digunakan pendekatan kualitatif dikarenakan agama tersebut bersifat fleksibel
(berubah-ubah) sesuai perkembangan jaman dan peradaban. Oleh karena itu,
instrumen atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pun berbeda, tidak
bisa digunakan instrumen atau metode yang baku seperti pada penelitian
kuantitatif.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
penulis berharap dengan adanya makalah ini, pembaca dapat mengambil informasi,
ilmu dan pengetahuan sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Dikutip dari Catatan Perkuliahan
Statistik pada Rabu, 4 September 2013.
Kuhn, Thomas. 2012. The Structure
of Scientific Revolutions. United State of America : University of Chicago
Press. Yang sudah diterjemahkan oleh Ela Nurlaela di http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html.
Nasr, Hossein. 2006. Tiga Mazhab
Utama Filsafat Islam (Terjemahan). Yogyakarta : IRCiSoD.
Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks:
Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston,
III : Northwestern Univ. Press. h. 23.
Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage
Publication, 1994), 26 yang dikutip dari http://zakkifuad.blogspot.com/2010/03/makalah.html.
Sugiyono. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (PDF).
Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif :
Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang : YA3. Yang dikutip dari http://rachmatul4212.wordpress.com/2013/01/28/teknik-pengumpulan-data-dalam-penelitian-kuantitatif-dan-kualitatif/.
[1] Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid., hal.3.
[5] Dikutip dari Catatan Perkuliahan Statistik
pada Rabu, 4 September 2013
[6] Moleong. Op.Cit.
[7] Kuhn, Thomas.
2012. The Structure of Scientific Revolutions. United State of America :
University of Chicago Press. Yang sudah diterjemahkan oleh Ela Nurlaela di http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html.
[9] Ibid.
[10] Nasr, Hossein. 2006. Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam (terjemahan). Yogjakarta : IRCiSoD.
[12] Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks:
Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston,
III : Northwestern Univ. Press. h. 23.
[13] Moleong. Op.Cit.
[14] Moleong. Op.Cit.
[15] Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage
Publication, 1994), 26 yang dikutip dari http://zakkifuad.blogspot.com/2010/03/makalah.html
[18] Sugiyono. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (PDF). Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.
[20] Sugiyono. Op.Cit.
[21] Makalah Majjanai. Loc.Cit., Makalah
Penelitian Kualitatif
[22] Moleong. Op.Cit.
[24] Sugiyono. Op.Cit.
[25]
Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan
Aplikasi. Malang : YA3. Yang dikutip dari http://rachmatul4212.wordpress.com/2013/01/28/teknik-pengumpulan-data-dalam-penelitian-kuantitatif-dan-kualitatif/.