Rabu, 18 September 2013

Makalah Penelitian Kualitatif terhadap Agama

BAB I
PENDAHULUAN

A.                  Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera di dunia dan akhirat. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermaksa dalam arti yang seluas-luasnya. Banyak alat yang digunakan seseorang dalam memahami agama Islam tersebut, di antaranya melalui tiga cara, yaitu melalui naqli  (tradisional), aqli (rasional), dan  kasyfiy (mistis). Dalam memahami agama, seharusnya ketiga pendekatan tersebut digunakan serempak bukan terpisah-pisah.
Di dalam penelitian agama, juga ada hal-hal yang penting dan harus diketahui oleh peneliti agama. Tanpa adanya kejelasan dari peneliti tentang konsep penelitian agama maka besar kemungkinannya terjadi salah pengertian yang tidak dapat dihindarkan. Karena sesungguhnya agama adalah sesuatu yang tidak bisa ditebak, namun agama harus diteliti terlebih dahulu tentang ajaran yang diajarkan agar apa yang kita laksanakan di dalam agama tersebut merupakan suatu yang sudah jelas dasar hukumnya dan dapat mempertanggungjawabakannya kepada orang lain.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai penelitian keagamaan melalui pendekatan penelitian kualitatif. Sebelum seorang peneliti meneliti melalui pendekatan penelitian kualitatif, seorang peneliti harus terlebih dahulu mengetahui seluk – beluk mengenai penelitian kualitatif, mulai definisi penelitian kualitatif, ciri-ciri atau dasar teoritis yang melatarbelakangi, karakteristik yang membedakan dengan penelitian lainnya, serta kriteria keabsahan dari penelitian kualitatif tersebut.


B.                  Tujuan
Berdasarkan latar belakang, pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan ilmu pengetahuan mengenai pendekatan kualitatif ketika meneliti sebuah agama (islam). Serta dapat memberikan motivasi kepada para pembaca agar dalam melaksanakan ritual keagamaan, terlebih dahulu kita harus mengetahui dasar ilmu yang melatarbelakangi ritual tersebut dengan cara menelitinya. Dan penelitian kualitatif adalah penelitian yang tepat digunakan untuk meneliti sebuah agama.















BAB II
PEMBAHASAN

A.                  Pengertian Penelitian Kualitatif
Menurut Strauss (1990 : 17) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh oleh alat-alat prosedur statistic atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Artinya dengan kata lain, penelitian kualitatif mengarah pada penelitian tentang kehidupan, sejarah, perilaku seseorang atau hubungan-hubungan interaksional.[1]
Menurut Kirk dan Miller (1986 : 9), penelitian kualitatif  pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu.[2] Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu tersebut. Untuk itu pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga, dan seterusnya. Berdasarkan pertimbangan demikian, kemudian peneliti menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, cikuadrat, dan perhitungan statistic lainnya. Dengan kata lain penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.
Kemudian Kirk dan Miller (1986 : 9) melanjutkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.[3]
Selain dari definisi yang telah dipaparkan, ada beberapa definisi lain menurut para ahli, antara lain, David Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dan dilakukan oleh seorang peneliti yang tertarik secara ilmiah. Jelas pada definisi ini member gambaran bahwa penelitian kualitatif mengutamakan latar ilmiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah.[4]
Pada pertemuan pertama, Amaliah, M.Pd, dosen mata kuliah Statistik menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berbentuk data yang bukan berbentuk angka atau nominal, tetapi berbentuk narasi atau cerita.[5]
Itulah beberapa definisi dari penelitian kualitatif menurut para ahli. Dan dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan berbagai metode alamiah.[6]
B.                  Paradigma Penelitian Kualitatif
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangnya, sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Istilah paradigm ilmu pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn melalui bukunya yang berjudul “The Structure of Science Revolution”.  Kuhn menjelaskan dalam dua pengertian. Di satu pihak, paradigm berarti keseluruhan kobstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain, paradigm menunjukan sejenis unsure pemecahan teka – teki yang konkrit jika digunakan sebagai model, pola atau contoh yang dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit sebagaiatau menjadi dasar bagi  pemecahan permasalahan dan teka – teki normal sains yang belum tuntas.[7]
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
Secara etimologi (bahasa) arti paradigma adalah suatu model dalam teori ilmu pengetahuan atau kerangka pikir. Sedangkan secara terminologis arti paradigma adalah sebuah konstruk berpikir berdasarkan pandangan yang menyeluruh dan konseptual terhadap suatu permasalahan dengan menggunakan teori formal, eksperimentasi dan metode keilmuan yang terpercaya.[8] Sedangkan secara terminologi (istilah), paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan.[9]
Dalam penelitian Kualitatif, ada beberapa paradigma, di antaranya adalah :
1.      Postpositivisme
Paradigma Postpositivisme lahir sebagai paradigma yang ingin memodifikasi kelemahan-kelemahan yang terdapat para paradigma positivisme. Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa penelitian tidak bisa mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena itu, perlu menggunakan prinsip triangulasi, yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, dan data.
Paradigma penelitian kualitatif di antaranya diilhami dari falsafah rasionalisme yang menghendaki adanya pembahasan holistik (menyeluruh), sistematik (tersusun secara teratur), dan mengungkapkan maakna dibalik fakta empiris.
Harus diakui bahwa aliran ini bukan merupakan filsafat baru dalam bidang keilmuan, tetapi memang sangat dekat dengan paradigma positivisme. Salah satu faktor yang membedakan antara keduanya bahwa postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu temuan dari hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan demikian, suatu ilmu dapat mencapai objektivitas apabila telah diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
Penelitian kualitatif, karena menekankan pada keaslian, tidak bertolak dari teori secara deduktif (a priori) melainkan berangkat dari fakta sebagaimana adanya. Rangkaian fakta yang dikumpulkan, dikelompokkan, ditafsirkan, dan disajikan dapat menghasilkan sebuah teori. Karena itu, penelitian kualitatif tidak bertolak, tetapi menghasilkan sebuah teori, yang disebut Grounded Theory (teori dari dasar). Sedangkan penelitian kuantitatif sering bertolak dari suatu teori yang hanya dilakukan pembuktian terhadap teori tersebut tanpa menghasilkan sebuah teori.
2.      Konstruktivisme
Konstruktivisme ini secara embrional bertitik tolak dari pandangan Rene Descartes (1596 – 1690) dengan ungkapannya yang terkenal “Cogito Ergo Sum” yang artinya “Aku berfikir maka aku ada”. Ungkapan Cogito Ergo Sum adalah sesuatu yang pasti, karena berpikir bukan merupakan khayalan. Menurut Descartes, pengetahuan tentang sesuatu bukan hasil pengamatan, melainlan hasil pemikiran. Pengamatan merupakan hasil atau kerja dari indera (mata, telinga, hidung, peraba, dan pengecap atau lidah), oleh karena itu hasilnya kabur. Untuk mencapai sesuatu yang pasti, menurut Descarter, kita harus meragukan apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Pangkal pemikiran yang pasti menurut Descartes dimulai dengan meragukan kemudian menimbulkan kesadaran, dan kesadaran inilah yang membuat kita untuk berfikir tentang sesuatu kebenaran di dalam objek yang kita teliti, sehingga dari objek yang kita teliti tersebut yang memunculkan teori baru yang dikembangkan dari pemikiran seorang peneliti.
Paradigma ini memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetapi berkembang terus.
Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya merupakan hasil pengamatan terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap realitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan hasil dari pengamatan semata, tetapi juga merupakan hasil konstruksi oleh pemikiran.
Di dalam Filsafat islam, filusuf Al-Kindi tampaknya juga termasuk pemikir konstruktivis. Dalam karyany yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris berjudul “Treatise on Metaphysics”, ia menyatakan : “Kita seharusnya tidak malu untuk mengakui kebenaran dan menerimanya dari sumber manapun yang datang kepada kita, sekalipun ia dibawa kepada kita oleh generasi-generasi sebelumnya dan orang asing. Bagi orang yang berusaha menemukan kebenaran, tidak ada nilai yang lebih tinggi dari kebenaran itu sendiri. Ia tidak akan pernah merendahkan atau melecehkan orang yang mencapainya, justru memuliakan dan menjadikannya terhormat.”[10] Hal ini menunjukkan bahwa Al-Kindi tidak berpatokan pada satu sumber saja dalam mencari kebenaran.
Para ilmuwan Islam pada dasaranya telah diajari tradisi konstruktivisme guna mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, dalam Islam muncul berbagai mazhab, seperti Ja’fari, hanafi, Syafi’I, dan Hambali serta banyak muncul berbagai macam Thariqah.
Dikutip dari sebuah sumber, dikatakan bahwa konstruktivisme menjadi jalan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara lebih leluasa, asalkan metode yang disusun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.[11]
3.      Teori Kritis (Critical Theory)
Teori kritis baru terkenal tahun 1960-an sejak terjadi diskusi yang seru antara Karl Popper dan Theodore W. Adorno di bawah moderator Raalf Dahrendorf yang ternyata perdebatan itu diteruskan oleh Hans Albert dipihak Popper dan Jurgen Habermas di pihak Adorno. Namun teori kritis benar-benar mencapai puncak di bawah Jurgen Habernas dan Max Horkheimer.[12]
Teori kritis memandang bahwa kenyataan itu sangat berhubungan dengan pengamat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta nilai-nilai yang dianut oleh pengamat tersebut turut mempengaruhi fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma teori kritis ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai realitas secara kritis.
Berpikir kritis adalah berpikir secara dialektis dan totalitas. Totalitas bukan berarti semata-mata keseluruhan dimana unsur-unsurnya yang bertentangan berdiri sejajar. Tetapi totalitas itu berarti keseluruhan yang mempunyai unsur-unsur yang saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), dan saling bermediasi (memperantarai dan diperantarai).
Pemikiran dialektis menekankan bahwa dalam kehidupan yang nyata pasti ada unsur-unsurnya yang saling berkontradiksi, bernegasi dan bermediasi. Pemikiran dialektis menoolak kesadaran yang abstrak, misalnya individu dan masyarakat. menurut pemikiran dialektis, individu selalu saling berkontradiksi, bermediasi dan bernegasi dengan masyarakat.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori kritis ini adalah acuan bagi peneliti untuk kritis terhadap fenomena yang terjadi di sekitar kita. Hal itu bertujuan untuk  menghilangkan berbagai bentuk dominasi terhadap sesuatu dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Manusia diciptakan dengan akal pikiran yang sangat mumpuni. Dengan akal pikiran itulah, manusia dituntut untuk tidak saklak terhadap ilmu pengetahuan yang sudah ada, atau dengan kata lain, hanya mengikuti saja tanpa menelusuri lebih lanjut landasan serta kebenaran landasan dari ilmu pengetahuan tersebut.


C.                  Karakteristik Penelitian Kualitatif
Karakteristik adalah ciri khas yang terdapat pada sesuatu yang membedakannya dengan sesuatu lainnya. Adapun karakteristik yang terdapat pada penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1.      Latar Alamiah (Natural Setting)
Penelitian kualitatif memiliki latar alami sebagai sumber data langsung dan peneliti merupakan instrumen (alat) kunci. Latar alami adalah tempat dimana peneliti paling mungkin untuk menemukan, atau mengungkap fenomena yang ingin diketahui. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tempat untuk mengungkapkan fenomena yang ingin ia ketahui dengan cara memhami dan memperlajari situasi yang terjadi. Studi penelitian kualitatif dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan dimana tingkah laku berlangsung.
2.      Instrumen Pengumpulan Data
Karakteristik lain yang membedakan kedua jenis penelitian (kualitatif dan kuantitatif) ialah instrumen pengumpulan data. Dalam penelitian kuantitatif, instrumen pengumpulan data berupa tes tertulis, kuesioner, dan kolom-kolm pengamatan yang dibantu dengan alat tulis. Peneliti dapat menugaskan sejumlah petugas pengumpulan data, karena data yang dikumpulkan dan instrumen yang digunakan sudah baku. Sementara instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri, karena desain, data yang dikumpulkan, dan fokus penelitian bisa berubah sesuai dengan kondisi alamiah.
Dengan menjadikan dirinya sebagai instrumen dalam pengumpulan data, si peneliti dapat mengatasi dan menyesuaikan pada keragaman realita yang akan dihadapi. Karena si peneliti dapat memperkirakan dan mengevaluasi makna dari interaksi mengenai suatu permasalahan dengan para responden tersebut serta kebenaran dari data yang dikumpulkan cenderung benar dan dapat dipertanggungjawabkan oleh peneliti tersebut.
3.      Waktu Pengumpulan dan Analisis Data
Mengenai waktu pengumpulan dan analisis data dalam penelitian kuantitatif sudah dapat dipastikan. Peneliti dapat menentukan berbagai aturan yang terkait dengan pengumpulan data, seperti jumlah tenaga yang diperlukan, berapa lama pengumpulan data akan dilakukan, dan jenis data yang dikumpulkan sesuai hipotesis yang dirumuskan. Hal ini sejalan dengan instrumen yang sudah baku dan sudah dipersiapkan.
Sebaliknya, dalam penelitian kualitatif, jenis data yang akan dikumpulkan, model analisis, penyajian data, dan waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data belum bisa ditentukan secara pasti.  Hal ini tidak berarti penelitian kualitatif tidak memiliki fokus dan tidak memiliki aturan. Penelitian kualitatif memiliki fokus yang sangat penting untuk membatasi lingkup penelitian dan data yang akan dikumpulkan namun dalam penelitian kualitatif tidak terikat dengan waktu.
4.      Menggunakan Metode Kualitatif
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini ebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[13]

5.      Memiliki Sifat Deskritif Analitik
Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh seperti pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, dan lain-lain tidak dituangkan dalam bentuk nominal atau angka. Setelah data terkumpul, mulailah si peneliti menganalisis data tersebut. Hasil analisis data berupa pemaparan data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena tersebut terjadi. Untuk itu peneliti dituntut untuk memaahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan sebuah argumen yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai konsep atau makna yang terkandung dalam data tersebut.
6.      Penelitian Kualitatif Menekankan pada Proses bukan Hasil
Dalam penelitian kualitatif, yang terpenting adalah proses penelitian tersebut bukan hasil yang muncul karena prosese penelitian. Data dan infomasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu penelitian. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena, dan tidak dapat dilakukan. Pertanyaan di atas menuntuk gaambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan dimana dan pada saat apa prose situ berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi (campur tangan) peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentransformasi data menjadi angka untuk menghindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Maka suatu proses tersebut dapat memunculkan konsep-konsep untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai seuatu temuan atau hasil penelitian tersebut.


7.      Bersifat Induktif
Penelitian kualitatif bersifat induktif atau berasal dari sesuatu yang umum menjadi sesuatu yang khusus. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari sebuah teori yang sudah tergeneralisasi di dalam masyarakat, tetapi dari lapangan, yakni fakta empiris. Peneliti terjun langsung ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang terjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut.
Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, atau bahkan teori, dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada.  Prosesnya, induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan atau dengan kata lain, data-data yang dikumpulkan berasal dari aspek manapun tetapi dalam satu ruang lingkup permasalahan yang diteliti.
D.                 Landasan Penelitian Kualitatif
Pada dasarnya, landasan teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Karena itu pada bagian ini, fenomenologi dijadikan sebagai dasar teoritis utama sedangkan yang lainnya seperti interaksi simbolik, kebudayaan, dan etnometodologi dijadikan sebagai dasar tambahan yang melatarbelakangi penelitian kualitatif.
Berikut adalah beberapa pendekatan yang menjadi landasan filosofis penelitian kualitatif :
1.      Pendekatan Fenomenologi, merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi  dunia.[14] Fenomenologi merupakan sebuah metode filosofis yang dikembangkan oleh Edmund Husserl awal abad ke-20 dilingkungan Universitas Gottingen dan Munich di Jerman. Kemudian pada perkembangan selanjutnya tema fenomenologi dikembangkan oleh para filusuf di Prancis, Amerika Serikat, dan temnpat lain di dunia ini.
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, “Phainnein” yang berarti memperlihatkan, yang dari kata ini muncul kata phainemenon yang berarti “sesuatu yang muncul”.[15]
2.      Interaksi Simbolik, merupakan salah satu model metodologi penelitian kualitatif berdasarkan pendekatan fenomenologis atau perspektif interpretif.[16] Sejarah teori Interaksi Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863 – 1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical Perspective” yang merupakan cikal – bakal “Teori Interaksi Simbolik”.
Sesuai dengan pemikiran Mead, definisi singkat dari tiga ide dasar interaksi simbolik adalah sebagai berikut :
a.      Mind (pikiran), kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
b.      Self (diri pribadi), kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain.
c.       Society (masyarakat), hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakat.
Ada tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik, antara lain :
a.      Pentingnya makna bagi perilaku manusia. Teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya dikonstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama-sama.
b.      Pentingnya konsep mengenai diri (self concept), tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain, konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku.
c.       Hubungan antara individu dengan masyarakat, tema ini berfokus pada hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi akhirnya tiap individulah  yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatan. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.
3.      Etnometodologi, adalah studi tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari. Subyek etnometodologi bukanlah suku-suku yang terasing, melainkan orang-orang dari berbagai macam situasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Menurut etnometodolog, penelitian bukanlah merupakan usaha ilmiah yang unik, tetapi merupakan “penyelesaian yang praktis”.

E.                  Unsur-Unsur Penelitian Kualitatif
Secara singkat, unsur-unsur yang terdapat di dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1.      Judul, adalah perincian atau penjabaran dari topik.[17] Judul ditulis secara singkat dan jelas serta menginsyaratkan fenomena dan fokus kajian penelitian. Penulisan judul sedapat mungkin  menghindari berbagai tafsiran yang bermacam-macam dan tidak bias makna.
2.      Abstrak, ditulis sesingkat mungkin tetapi mencakup keseluruhan apa yang tertulis di dalam laporan penelitian. Abstrak penelitian selain sangat berguna untuk membacntu pembaca memahami dengan cepat hasil penelitian, tetapi juga dapat merangsang minat dan selera orang lain untuk membacanya.
3.      Kajian Pustaka, berisi tentang studi-studi terdahulu dalam konteks fenomena dan masalah yang sama atau serupa.
4.      Metode yang Digunakan, menyajikan secara rinci metode yang digunakan dalam proses penelitian.
5.      Temuan-Temuan Penelitian, menyajikan seluruh temuan penelitian yang diorganisi secara rinci dan sistematis sesuai urutan pokok masalah atau fokus kajian penelitian. Temuan-temuan penelitian yang disajikan dalam laporan penelitian merupakan serangkaian fakta yang sudah direduksi secara cermat dan sistematis, dan bukan kesan selintas peneliti apalagi karangan atau manipulasi itu sendiri.
6.      Analisis Temuan Penelitian, hasil temuan memerlukan pembahasan lebih lanjut dan penafsiran lebih dalam untuk menemukan makna di balik fakta. Dalam melakukan pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian, peneliti harus kembali mencermati secara kritis dan hati-hati terhadap perspektif teoritis yang digunakan.

F.                   Teknik Pengumpulan Data
Seiring berkembangnya waktu dan peradaban, cara dalam pengumpulan data kualitatif pun mengalami perubahan. Namun pada dasarnya, terdapat empat cara mendasar untuk mengumpulkan data kualitatif, yaitu :
1.      Observasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional berarti “Pengamatan” atau “Peninjauan”.[18] Secara istilah, observasi adalah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelakuk, kegiatan, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.[19]
Dalam penelitian kualitatif, observasi  dapat dikatakan sebagai metode yang sangat berperan. Mengapa demikian? Dikarena observasi mengharuskan si peneliti untuk mengamati, menganalisis dan mendeskripsikan masalah yang ia ingin pecahkan secara langsung tanpa perantara siapapun. Sekalipun ada perantara, itu hanya sekedar membantu untuk mencarikan data pendukung lainnya. Jadi dalam observasi, kemungkinan kevalidasian (keaslian) data tersebut sangatlah kecil.
2.      Wawancara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, wawancara diartikan sebagai metode mengumpulkan data dengan mengadakan tanya jawab mengenai hal-hal yang dianggap penting untuk diketahui.[20]
Secara istilah, wawancara diartikan sebagai pertemuan langsung direncanakan antara orang yang mencari informasi dengan orang yang dimintai informasi tertentu.[21] Menurut Lexy Moleong (1988 : 148), wawancara adalah kegiatan percakaoan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara dan yang diwawancarai.[22]
Menurut Miles dan Huberman (1984), ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara, yaitu :[23]
a.      The Setting, peneliti perlu mengenai kondisi lapanganpenelitian yang sebenarnya untuk membantu dalam merencanakan pengambilan data. Hal-hal yang perlu diketahui untuk menunjang pelaksanaan pengambilan data meliputi, tempat pengambilan data, waktu dan lamanya wawancara, serta biaya yang dibutuhkan.
b.      The Actors, seorang peneliti harus mendapatkan data tentang karakteristik calon partisipan. Di dalamnya terdapat situasi yang disukai oleh partisipan (responden), kalimat pembuka, pembicaraan pendahuluan dan sikap peneliti dalam melakukan pendekatan.
c.       The Events, menyusun kerangka wawancara. Setidaknya terdapat dua jenis wawancara, pertama, wawancara mendalam, dimana peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat dengan kehidupan dan bertanya – jawab secara bebas tanpa pedoman pertanyaan yang dipersiapkan sebelumnya sehingga suasannya hidup, dan dilakukan berkali-kali. Seperti contoh, seseorang yang mengagumi tokoh terkenal di Indonesia. Ia yang mengagumi, jika bertemu dan diberi kesempatan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang kehidupan sang idola, pasti ia akan menanyakan berbagai hal seputar kehidupan sang idola tanpa adanya persiapan yang disusun untuk wawancara tersebut. Kedua, wawancara terarah, dimana peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah dipersiapkan sebelumnya. Berbeda dengan wawancara mendalam, wawancara terarah memiliki kelemahan, yakni suasana yang tidak hidup. Seperti contoh, seorang pembawa berita di sebuah stasiun televisi swasta yang sedang mewawancarai seorang informan mengenai suatu fenomena yang terjadi, cenderung akan bertanya sesuai dengan daftar pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya. Jadi, pewawancara cenderung tidak bebas mengetahui lebih dalam tentang fenomena tersebut.
3.      Dokumen, merupakan sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat digunakan sebagai bukti atau keterangan.[24] Dokumen dapat berupa surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan, dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini dipakai untuk menggali informasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekedar barang yang tidak bermakna.[25]
4.      Focus Group Discussion, merupakan metode terakhir yang digunakan dalam mencari data dalam penelitian kualitatif. Focus Group Discussion atau Diskusi Kelompok Terpusat merupakan upaya menemukan makna sebuah isu atau fenomena sekelompok orang lewat diskusi untuk menghindari diri dari pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti.[26] Misalnya, sekelompok peneliti mendiskusikan tentang hilal bulan untuk menentukan 1 Ramadhan atau 1 Syawal. Di dalam metode pengumpulan data ini, dibuat kelompok bertujuan untuk menghindari pemaknaan atau penarikan kesimpulan secara subjektif dari seorang peneliti serta diharapkan mengkaji sebuah kesimpulan yang lebih objektif. Biasanya dalam diskusi kelompok terpusat ini membahas sebuah fenomena yang berhubungan dengan masyarakat luas.

G.                 Penelitian Agama Melalui Pendekatan Kualitatif
Banyak masalah di dalam agama yang harus diselesaikan, dan banyak pula metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah melalui pendekatan kualitatif. Mengapa lebih memilih menggunakan metode kualitatif? Karena di dalam sebuah agama terdapat fenomena keagamaan yang tidak bisa dijangkau dengan menggunakan metode kuantitatif. Di dalam agama terdapat fenomena yang tidak bersifat fisik, tetapi juga adanya pergolakan ruang batin terdalam serta ilmu pengetahuan tentang agama adalah ilmu pengetahuan yang kompleks dan fleksibel yang perkembangan hukum di dalam agama Islam selalu berubah disesuaikan dengan tempat dan waktu pada saat itu.
Adapun contoh penelitian keagamaan melalui pendekatan kualitatif yang mengambil tema “Facebook sebagai ‘Tuhan Baru’ di Dunia Maya”. Dalam fenomena ini, seorang peneliti membuat sebuah susunan untuk menelitinya. Pertama, peneliti menentukan dimana ia akan meneliti permasalahan tersebut, dan siapa target informan yang ingin dimintai informasinya. Kedua, peneliti datang langsung untuk mencari data melalui metode-metode pengumpulan data yang telah disebutkan pada sub-bahasan sebelumnya. Ketiga, setelah data terkumpul, peneliti segera menganalisis menganai fenomena tersebut, mulai dari mengapa fenomena itu bisa terjadi, penyebabnya, dan dampaknya terhadap kehidupan sosial maupun kehidupan religius dari masyarakat yang dianggap ‘Menuhan-kan Facebook’. Keempat, menarik kesimpulan dari fenomena tersebut.
Contoh Permasalahan :
Tema : “Facebook sebagai ‘Tuhan Baru’ di Dunia Maya”
            Anwar, adalah seorang mahasiswa Jurusan Ilmu Agama Islam semester akhir di Universitas Apa Adanya. Ia saat ini sedang membuat sebuah skripsi yang bertemakan “Facebook sebagai ‘Tuhan Baru’ di Dunia Maya”. Karena ia adalah seorang mahasiswa, akhirnya ia menentukan bahwa tempat ia melanjutkan pendidikannya saat ini sebagai tempat mencari data serta teman kuliahnya adalah target informan yang ingin dimintai keterangannya.
            Selanjutnya kemudian Anwar menemui salah seorang temannya yang bernama Rudi yang mengambil Jurusan Seni Rupa di Universitas yang sama dengannya. Setelah menemui temannya tersebut, Anwar menanyakan beberapa pertanyaan seputar Facebook dan istilah Tuhan Baru. Akhirnya dari Rudi, Anwar mendapat informasi bahwa istilah Tuhan Baru itu dianalogikan seperti Tuhan kita sebenarnya, mengapa seperti itu? Karena menurut Rudi, “Facebook itu sekarang bukan tempatnya untuk berteman, namun ajang berkeluh – kesah, tempat meluapkan segala emosi, bahkan ajang untuk mencari jodoh, tanpa memasukkan Tuhan yang sebenarnya di dalam facebook tersebut. Padahal jika dipahami, Facebook hanyalah sebuah karya manusia yang mungkin hanya dapat memberi apa yang kita inginkan bukan apa yang kita butuhkan. Soal emosi, facebook ungkin hanya bisa menghilangkan kegundahan kita dalam menghadapi masalah saat itu, tetapi Tuhan (Allah) memberikan solusi dari permasalahan yang kita hadapi, begitu juga dengan jodoh”.
            Dihari yang sama namun dengan informan yang berbeda, kembali Anwar melakukan hal yang sama seperti saat mewawancarai Rudi kepada Rizky, dan Rizky mengungkapkan tanggapan yang sama seperti yang diungkapkan oleh Rudi.
            Selanjutnya, Anwar kemudian menganalisis data dari kedua informan tersebut, serta menarik kesimpulan bahwa Esensi Facebook pada awalnya adalah sebuah media sosial yang digunakan banyak orang untuk berhubung dengan orang lain. Namun kini, banyak orang yang telah menyalahgunakan Facebook seperti berkeluh – kesah, meluapkan segala emosi di sana, bahkan ajang mencari jodoh. Bermain Facebook tidak dilarang dalam hukum Negara bahkan Agama, namun tetap pada koridor yang telah ditentukan dan jangan menyalahi aturan yang sudah tergeneralisasi.



















BAB III
PENUTUP

A.                  Kesimpulan
Di dalam pembahasan yang sudah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Metode kualitatif adalah sebuah cara bagi seorang untuk meneliti sebuah fenomena yang terjadi, dan hasil dari penelitian tersebut berbentuk penjabaran dari fenomena yang terjadi, bukan berbentuk angka atau nominal.
2.      Di dalam penelitian Kualitatif, terdapat empat macam metode yang digunakan, yaitu Observasi, Wawancara, Dokumen serta Focus Group Discussion.
3.      Penelitian terhadap permasalahan agama sebaiknya digunakan pendekatan kualitatif dikarenakan agama tersebut bersifat fleksibel (berubah-ubah) sesuai perkembangan jaman dan peradaban. Oleh karena itu, instrumen atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pun berbeda, tidak bisa digunakan instrumen atau metode yang baku seperti pada penelitian kuantitatif.
B.                  Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis berharap dengan adanya makalah ini, pembaca dapat mengambil informasi, ilmu dan pengetahuan sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan pembaca.





DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Dikutip dari Catatan Perkuliahan Statistik pada Rabu, 4 September 2013.
Kuhn, Thomas. 2012. The Structure of Scientific Revolutions. United State of America : University of Chicago Press. Yang sudah diterjemahkan oleh Ela Nurlaela di http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html.
Nasr, Hossein. 2006. Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam (Terjemahan). Yogyakarta : IRCiSoD.
Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston, III : Northwestern Univ. Press. h. 23.
Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage Publication, 1994), 26 yang dikutip dari http://zakkifuad.blogspot.com/2010/03/makalah.html.
Sugiyono. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (PDF). Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang : YA3. Yang dikutip dari http://rachmatul4212.wordpress.com/2013/01/28/teknik-pengumpulan-data-dalam-penelitian-kuantitatif-dan-kualitatif/.




[1]  Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
[2]  Ibid.
[3]  Ibid.
[4]  Ibid., hal.3.
[5]  Dikutip dari Catatan Perkuliahan Statistik pada Rabu, 4 September 2013
[6]  Moleong. Op.Cit.
[7]  Kuhn, Thomas. 2012. The Structure of Scientific Revolutions. United State of America : University of Chicago Press. Yang sudah diterjemahkan oleh Ela Nurlaela di http://elanurlaela.blogspot.com/2011/03/pengertian-paradigma.html.
[9] Ibid.
[10]  Nasr, Hossein. 2006. Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam (terjemahan). Yogjakarta : IRCiSoD.
[12]  Palmer, R.E. 1969. Hermeneutiks: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston, III : Northwestern Univ. Press. h. 23.
[13]  Moleong. Op.Cit.
[14]  Moleong. Op.Cit.
[15]  Clark Moustakas, Phenomenological Research Methods, (London: Sage Publication, 1994), 26 yang dikutip dari http://zakkifuad.blogspot.com/2010/03/makalah.html
[18]  Sugiyono. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (PDF). Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
[20]  Sugiyono. Op.Cit.
[21]  Makalah Majjanai. Loc.Cit., Makalah Penelitian Kualitatif
[22]  Moleong. Op.Cit.
[24]  Sugiyono. Op.Cit.
[25]  Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang : YA3. Yang dikutip dari http://rachmatul4212.wordpress.com/2013/01/28/teknik-pengumpulan-data-dalam-penelitian-kuantitatif-dan-kualitatif/.